On The Night Like This

Waktu berjalan semakin cepat, tidak terasa sudah mendekati tengah malam. Kini mereka semua berkumpul pada ruang karaoke yang terdapat di villa, mereka memilih untuk menghabiskan sisa waktu sebelum pergantian tahun untuk bernyanyi bersama mengingat energy mereka yang baru saja diisi dengan potongan-potongan daging sapi yang Nabil panggang.

Sore tadi sebenarnya mereka sudah tidak sabar untuk menyantap daging yang terlihat nikmat, alhasil mereka memutuskan untuk memanggang beberapa potong daging di sore hari dan menyisakan untuk acara barbecue pada malam hari.

Bara meraih remote karaoke untuk memilih lagu, laki-laki itu mengetik satu judul lagu yang sering ia nyanyikan bersama teman-teman di tempat nongkrongnya yang biasa disebut ‘babeh’.

“Udah gaya-gaya nyanyi pake mesin karaoke tetep aja anjing yang dinyanyiin mah Bunga,” celetuk Axel sambil mengunyah permen jelly berbentuk cacing.

“Ibadah Bunga heula atuh,” balas Bara lalu memberi mic lainnya ke Sena, “Yo! rapper Sena in da house,” lanjutnya dengan semangat.

Intro lagu tersebut mulai terdengar, Sena berdiri dari duduknya dan mulai bernyanyi layaknya seorang rapper diikuti dengan Bara, Nabil, Iyas, dan Abe yang tidak kalah heboh ikut bernyanyi di samping Sena. Sedangkan Axel masih asik dengan permen jellynya, kalau Yara dan Miel jangan ditanya, mereka tidak tahu lagu ini.

Kini mereka memasuki bagian chorus dari lagu tersebut, kali ini Bara yang mengambil alih mic.

“Seakan mataku tertutup, Ku ingin cinta ini dapat kau sambut, Harapkan perasaan ini kau tahu, Sungguh ku ingin kau jadi milikku.” Bara bernyanyi penuh dengan penghayatan sambil melambaikan tangannya ke atas.

Lirik kembali memasuki bagian rap, akhirnya Axel turut bernyanyi dan mengambil alih pada bagian rap ini hingga tiba-tiba Bara merebut mic dari genggaman Axel.

“Rasa ini fakta, selektif bukan posesif, Ku tak ingin berdusta, ku cinta kau Yara.” Laki-laki itu bernyanyi sambil menoleh ke arah Yara, ia mengganti satu kata pada lirik tersebut yang seharusnya ‘Bunga’ menjadi ‘Yara’, dengan spontan teman-temannya langsung menyorakinya.

“KAGAK JELAS EGE.”

“HADEH BUBAR.”

Sedangkan Yara hanya tertawa sambil menggelengkan kepala melihat tingkah Bara.

Semakin malam, suara mereka semakin melemah karena lelah. Abe yang kini mengambil alih mic, masih dengan energy yang full ia kembali memilih lagu. Ia memilih lagu berjudul 50 tahun lagi dari Yuni Shara dan Raffi Ahmad.

“Ayo siapa yang mau jadi Raffi Ahmad, gue jadi Yuni Shara,” ucap Abe melihat satu persatu dari 5 laki-laki yang kini sudah duduk lemas.

“Anjing, Yuni Shara Raffi Ahmad nggak tuh.” Nabil tertawa melihat tingkah Abe.

“Be, udah anjir, udah pada capek ini,” pinta Sena yang melihat semangat Abe masih sama seperti awal mereka bertemu.

“Ih mana semangat tahun baru lo semua, loyo amat kayak pensil inul.”

Tiba-tiba Bara bangkit dari duduk dan mengambil gitar yang sedari tadi belum mereka sentuh, gitar itu milik Sena. Bara berjalan menghampiri Sena dan memberikan gitar itu.

“Sen, mainin chord itu,” perintah Bara pada Sena, sedangkan yang lainnya hanya diam memperhatikan Bara dengan bingung.

“Apaan?” Sena pun tidak kalah bingung.

“Itu loh anjir yang gue bikin pas di kos lo.” Bara membantu Sena untuk mengingat apa yang dirinya maksud. Sena pun ber-oh tanda mengerti.

“Be, udahan dulu karaokenya. Setengah jam lagi udah mau jam 12 juga,” ucap Bara lalu setelahnya Abe hanya mengikuti perintah Bara.

Sena masih mengatur tuner gitarnya sebelum mulai memainkannya. Bara bedeham untuk menetralkan suaranya sembari menunggu Sena yang masih sibuk, tidak lama Sena memberi kode jika ia dan gitarnya sudah siap.

Bara kembali berdeham, “Ra,” panggil Bara membuat Yara menoleh karena perempuan itu sedang asik melihat-lihat instastory, “Ini lagu buat kamu, aku tulis beberapa hari yang lalu dibantu Sena,” jelasnya dan membuat Yara menaikkan kedua alisnya serta membulatkan matanya kaget.

Sena mulai memetik senar gitarnya dan Bara mulai bernyanyi sesuai dengan nada.

“Akan aku jelaskan tentang perasaan ini Yang ku mau hanyalah dirimu Yang ku damba hanyalah dirimu Anganku ingin terus bersamamu Ragaku ingin tetap bersamamu Apa kau berfikir hal yang sama?” Ada jeda sebelum kembali melanjutkan nyanyiannya. Indahnya suara Bara membuat siapa saja akan merasa takjub pada laki-laki itu, ditambah lagi dengan alunan gitar Sena.

“Berharap pertemuan ini memang takdir kita Entah ujungnya akan terus berlayar atau tenggelam, namun Lagu ini ku persembahkan hanya untukmu.” Seperti itulah lagu ciptaannya berakhir, hanya dua bait tapi bagi Bara memiliki makna sangat besar.

Sorak sorai dan tepuk tangan terdengar dari semua orang yang menyaksikan penampilan Bara. Iyas yang awalnya sedang duduk hingga bangkit berdiri sembari memberikan tepuk tangan.

“Nikah, nikah, nikah,” ucap Nabil menjadi provokator.

“Nggak gitu dong tolol,” balas Bara sembari menempeleng kepala Nabil yang berada disampingnya.

Di sisi lain sang puan—Yara tersenyum bahagia, tapi tanpa orang-orang tahu dibalik senyum bahagia Yara ia sedang susah payah menahan tangis. Perempuan itu merasa Bara telah memberikan banyak cinta dan rasa sayang terhadapnya, hal itu yang membuatnya merasa terharu. Yara terkadang terus bertanya pada dirinya sendiri, apakah ia juga sudah memberikan cinta dan rasa sayang yang sepadan untuk Bara?


Suara kembang api sesekali mulai terdengar, padahal masih ada lima menit lagi untuk pergantian tahun dimulai. Bara, Yara dan teman-temannya kini sudah berada di luar villa untuk melihat kembang api yang akan menghiasi langit malam ini.

Masing-masing dari mereka memegang sebuah terompet yang dibeli ketika perjalanan menuju villa. Tak lama menit berubah dari 23:59 menjadi 00:00, suara terompet dan kembang api pun beradu. Langit yang semula gelap kini menjadi terang karena cahaya berwarna-warni yang dihasilkan dari bahan peledak itu.

Mereka terhanyut menikmati pertunjukkan kembang api gratis pada malam tahun baru ini, beberapa dari mereka mendokumentasikan momen yang hanya terjadi setahun sekali. Bahkan belum tentu mereka bisa mengulangnya di tahun depan, karena hidup dan keadaan seseorang dapat berubah setiap harinya seperti sebuah misteri.

Setelah kembang api mulai mereda, satu-persatu dari mereka kembali masuk ke dalam villa untuk istirahat.

“Gue duluan ya, ngantuk,” ucap Nabil yang akhirnya diikuti yang lainnya, kini hanya tersisa Bara dan Yara yang sedang duduk berdampingan pada sebuah kursi dipan kayu yang ada di teras villa.

Yara menoleh ke arah Bara, “Bar, makasih ya lagunya dan semuanya. Makasih udah mewarnai akhir tahun aku,” katanya bersamaan dengan senyum indah milik perempuan itu.

Bara mengangguk, “Nggak cuma kamu, aku juga mau bilang makasih. Itu lagu aku buat kebut, jelek nggak sih?”

“Jangan merendah untuk meroket! Bagus kok,” protes Yara dan laki-laki itu hanya terkekeh.

“Kamu belum mau tidur?” tanya Bara dan dibalas dengan gelengan kepala oleh Yara.

“Masih mau ngobrol sama kamu,” ucap perempuan yang kini mulai menyenderkan kepalanya di bahu Bara.

Bara mengangguk mengerti, “Gimana kalo kita masuk ke sesi saling kasih pujian satu sama lain, mau nggak?”

Yara kembali menegakkan tubuhnya, “Gimana maksudnya?” tanyanya.

“Ya kita ganti-gantian aja ngasih pujian untuk mengakhiri tahun ini,” jelas Bara dan setelah mengerti Yara meng-ayo-kan ajakan Bara.

Kini mereka berdua duduk saling berhadap-hadapan, “Aku dulu ya?” tanya Bara, Yara hanya mengangguk,

“Ra, kamu tuh sadar nggak kalo cantik banget? With or without make up, long or short hair.”

Yara mengangguk setuju dengan pujian Bara, kini gilirannya, “Kamu juga, ganteng banget.”

“Aku suka lesung pipi kecil kamu di sebelah bibir dan mata indah kamu waktu natap aku,” puji Bara sembari meneliti setiap titik pada wajah kekasihnya.

Yara mengangguk lagi sambil menahan senyum, “Walaupun muka kamu tengil, tapi kamu manis kok kalo senyum.”

Bara mengerutkan keningnya setelah mendengar kalimat tadi, menurutnya itu sebuah pujian yang diawali dengan ledekan, “Suara kamu bagus, aku suka. Kalo bisa milih, aku nggak mau berhenti denger,” ungkap Bara.

“Suara kamu juga bagus.”

“Kamu baik dan selalu jadi yang terbaik.”

“Kamu selalu buat aku ngerasa aman dan nyaman.”

Bara tersenyum lembar mendengar pujian yang baru saja diucapkan Yara, setelah itu ia melanjutkan lagi, “Walaupun kamu kadang sulit buat nunjukkin rasa sayang kamu ke aku, tapi aku tau rasa sayang kamu itu besar, Ra.”

Yara terlihat sedang berfikir, apa lagi yang bisa ia ungkapkan saat ini, tak lama ia kembali membuka suara, “Bar, karna kamu, aku bisa ngerasain namanya jatuh cinta setiap harinya.”

Lagi-lagi Bara mengangguk, “Makasih ya, meski aku suka nyebelin, tapi kamu selalu ada di samping aku. Ini bukan pujian, tapi ungkapan makasih aja,” ungkap Bara karena sudah bingung apa lagi yang harus ia ucapkan.

Yara mengangguk, kini manik matanya mulai berkaca-kaca, sekuat tenaga dirinya menahan tangis. Perempuan itu menghela nafas sebelum kembali berbicara, “Yang harus kamu tau, satu dari sejuta yang aku mau cuma kamu, Bar.” Tidak bisa menahan terlalu lama, akhirnya pertahanan Yara runtuh. Air matanya perlahan turun.

“Udah ah, kan jadi nangis,” ucap Yara sembari menghapus air matanya yang sudah membasahi pipi. Bara yang melihat justru merasa gemas, ia tertawa dan langsung merengkuh tubuh yang ukurannya lebih kecil dari tubuhnya.

Yara melepas pelukannya, “Abis yang bagus-bagus, sekarang aku mau protes kebiasaan kamu yang jelek-jelek.”

“Emang ada?” tanya Bara dengan wajah polosnya.

“Emang lo Nabi sampe nggak ada jeleknya?” sinis Yara dan Bara tertawa terbahak-bahak.

“Nih buka telinga lebar-lebar ya.” Membantu membuka telinga Bara yang tertutup rambut milik laki-laki itu. “Kurangin duduk depan PC, kasian matanya. Jangan kebanyakan nunda tugas atau apapun itu. Kurangin rokoknya, tapi itu terserah sih balik lagi ke kamu.” Yara berbicara panjang lebar dan Bara hanya mengangguk-angguk mendengarnya.

“Oh iya! Jangan terlalu gemini deh,” canda perempuan itu diiringi dengan tawa setelahnya.

“Jangan terlalu gemini tuh gimana maksudnya?”

“Terlalu Impulsif.”

“Yaudah kalo gitu kamu juga jangan leo banget deh,” ucap Bara tidak mau kalah.

“Kenapa emang?”

“Terlalu menarik, nanti cowok lain ikutan tertarik. Bahaya,” jawab Bara.

Perempuan itu kini diam dan hanya tersenyum menatap Bara, sedangkan Bara terlihat bingung.

“Apa sih kok tiba-tiba diem?” tanya Bara. Perlahan Yara mendekatkan wajahnya dengan wajah Bara.

Cup

Lalu pada detik setelahnya terdengar suara kecupan, Yara mengecup sekilas bibir Bara. Sedangkan laki-laki itu masih diam mematung dan memproses tindakan Yara yang tiba-tiba.

“Apa nih tiba-tiba?” tanya Bara dengan ber-acting seolah-olah sedang malu.

“Kalo bukti harimau menandai wilayah milik mereka kan dengan menyemprotkan urine ya, kalo bukti menandai kamu milik aku ya pake cium. Jadi sekarang kamu terverifikasi punya Ayyara, perlu aku buatin sertifikat nggak?” jelas perempuan itu.

Lagi-lagi Bara merasa gemas, “Oh gitu, untung nggak ikutan menyemprotkan urine,” candanya, “Aku yang udah berusaha nahan, malah kamu yang mulai duluan. Ayo lagi?”

“NGGAK. JAUH-JAUH YA LO BARA SATYA. NGGAK ADA LAGI-LAGI.”

Bara tertawa puas melihat reaksi Yara yang berlebihan, ia dengan cepat memeluk perempuan itu. Mengunci tubuh Yara hingga tidak bisa berkutik, alhasil Yara hanya bisa membalas pelukan itu.

“Happy new year, Ra,” ucap Bara.

“Happy new year, Bar,” balas Yara.

Waktu terus berjalan, lembaran demi lembaran sudah terisi, coretan demi coretan sudah menghiasi tahun 2021. Coretan itu terkadang tak bermakna dan terkadang juga memiliki makna. Ada banyak hal yang sudah Bara lewati di tahun 2021, pahit dan manis kisahnya berhasil ia lalui.

Di tahun baru ini, Bara berharap dapat melukis kisah yang indah pada setiap lembarannya dengan Yara dan melupakan segala luka yang tercipta di tahun sebelumnya.

Panjang umur kebahagiaan.