Prolog

517 words

Dari balik jendela terlihat langit berwarna kelabu, seakan mengerti bahwa ada banyak kesedihan yang sedang terjadi di bumi. Pagi ini tidak ada suara ayam berkokok atau celotehan ibu-ibu yang sedang membeli sayur seperti biasanya, yang terdengar hanya suara decitan dari jendela kaca yang tertiup angin.

Bangun pagi dengan kepala yang pusing sebab menangis semalaman memang tidak enak rasanya, tapi tidak ada pilihan lain bagi perempuan yang kini sedang berdiri di depan cermin untuk mengompres kantung matanya yang membengkak.

Giska Adisti Saraswati. Tangannya seketika berhenti mengompres saat netranya fokus menatap cukup lama tampilan dirinya sendiri yang terlihat berantakan pada cermin. Lalu ia membatin dengan tatapan yang nelangsa, “perempuan mana yang masih bisa percaya setelah dibodohi 2 kali?”

Giska menjalani hubungan hampir tiga tahun lamanya dan dalam rentan waktu itu juga, ia sudah merasakan dibohongi dan diselingkuhi sebanyak dua kali. Bahkan disaat Giska menyetujui dan percaya pada keinginan Gendra untuk jeda sementara dari hubungan guna memperbaiki diri masing-masing, justru laki-laki itu memilih menjalin hubungan baru dengan orang lain. Bodoh? Memang, ia sudah kenyang mendengar kata itu keluar dari mulut teman-temannya di setiap pertemuan mereka. Sepertinya kata bodoh memang cukup pas untuknya dan sudah sangat melekat pada diri Giska.

Orang bilang, cinta itu buta. Benar, Giska korbannya. Sampai-sampai ketika sudah diselingkuhi berkali-kali tidak membuatnya merasa kapok. Bahkan, dulu Giska selalu memiliki pikiran, alasan Gendra melakukan perselingkuhan karena kekecewaannya terhadap sikap Giska. Di mata Giska, Gendra selalu tampil bak pangeran tanpa cela. Jadi menurutnya, bukan Gendra yang salah, tapi dirinya lah yang salah.

Dalam kebasnya perasaan yang ia rasa kini, Giska merebahkan tubuhnya. Ditatapnya langit-langit kamar dengan harapan sedihnya dapat menghilang hanya dalam satu kedipan. Tetapi kembali lagi bahwa itu hanya sebuah harapan, justru malah air mata yang keluar setelah dirinya mencoba untuk berkedip.

Diantara kesunyian rumah, Giska kembali menangis dengan kencang untuk mengeluarkan semua sesak di dalam dada yang masih tersisa. Saat ini tidak ada siapapun selain dirinya sendiri di rumah, tidak ada yang bisa memberikan pelukan atau sekadar elusan pada pundaknya. Giska membiarkan tangis pilunya memenuhi setiap sudut rumah tanpa ampun.

Dalam sela tangisannya, tiba-tiba ponselnya berdering, dari layar terlihat ada retetan pesan yang masuk. Diraihnya benda persegi panjang itu.

Gisss keluar Gua di depan Bawa gemblong yang lu cari cari dari kemaren

Namanya Akbarry, tapi teman-temannya memanggil Abay. Laki-laki yang dengan blak-blakan menunjukan bahwa ia memiliki ketertarikan dengan Giska. Sudah dengan cara apapun Giska membangun dinding tinggi tanpa cela, tapi Akbar tanpa henti mencari cela itu.

Akbar bukan laki-laki pertama yang mendekati Giska setelah kabar hubungannya dengan Gendra menyebar luas. Tetapi ialah yang mampu membuat Giska dengan perlahan mengikis dinding yang selama ini sudah ia bangun. Sesungguhnya, Akbar itu bukan pesulap, juga bukan badut. Dunianya tak terhubung sama sekali dengan sirkus. Namun, ucapan dan seluruh perlakuannya pada Giska bagai mantra seorang pesulap. Ajaib.

Seperti saat ini, Giska tidak tahu apa yang membawa Akbar tiba-tiba sudah berada di depan rumahnya. Bahkan langit yang semula kelabu, kini perlahan kembali cerah. Alih-alih terkejut atas kedatangan Akbar, justru Giska merasa sedikit lega, sebab Akbar datang di waktu yang tepat. Karena sesungguhnya, di balik awan yang hitam selalu ada matahari yang bersinar terang.