Situasi Tak Terduga

Setelah selesai makan di salah satu kedai sei sapi, Bara melajukan motornya ke cafe milik temannya. Kini Sharma sudah terparkir di sana, keduanya—Bara dan Yara— jalan beriringan masuk ke dalam cafe.

Laki-laki itu berniat mampir hanya sebentar karena ingin mengambil jaket himpunan miliknya yang tertinggal di rumah Nabil, berhubung besok jaket itu akan ia gunakan untuk Musyawarah Besar dan Nabil tidak akan berpartisipasi karena akan pergi keluar kota, mau tidak mau ia harus mengambilnya.

Jam sudah menunjukkan pukul 15.37, yang artinya sisa 38 menit lagi film yang ingin mereka saksikan dimulai.

“Sebentar ya, Ra? Aku cuma mau ambil jaket HIMA, abis itu udah,” ucap Bara pada Yara yang berjalan di sampingnya.

“Iya nggak papa, Bar. Aku sekalian mau mampir ke toilet,” balas perempuan itu.

Dari jauh terlihat Nabil dan dua teman Bara lainnya yang tidak Yara kenal duduk pada meja yang bertuliskan nomer 3, tepatnya tidak jauh dari kasir dan bar kopi. Bara pun menghampiri mereka, diikuti dengan Yara yang mengekor di belakangan.

Saat tiba, Bara melakukan fist bump pada teman-temannya, “Kumaha, Bar? Damang?” tanya salah satu teman laki-laki Bara yang tidak Yara kenal.

“Mantap, Ta,” balas Bara.

Sejujurnya Yara merasa canggung dan tidak tahu harus bersikap seperti apa, dari ketiganya yang ia kenal hanya Nabil. Alhasil ia hanya tersenyum dan mengikuti segala gerak-gerik Bara.

“Kenalin, ini pacar urang.” Seperti biasa, Bara selalu memperkenalkan Yara ketika bertemu siapa saja. Jangankan teman-temannya, ia memperkenalkan Yara pada tukang kebun Bundanya seperti kemarin, bahkan pernah juga ia memperkenalkan Yara pada tukang nasi goreng langganannya.

Yara kembali tersenyum lalu mengulurkan tangannya pada dua teman Bara itu secara bergantian untuk tanda perkenalan, “Yara,” ucapnya.

“Genta.”

‘Oh Genta namanya,’ batin Yara.

“Fiya,”

“Yara.” Yara mengulangi perkenalan lagi, setelahnya mereka saling berbalas senyum.

’Yang ini Fiya,’ batinnya lagi.

“Tipe ideal lo sekarang udah berubah ya, Bar?” celetuk Fiya setelah berkenalan dengan Yara. Yara yang mendengar terlihat bingung lalu menoleh ke arah Bara.

“Hah? Apaan dah,” jawab Bara.

“Iya kan lo dulu nggak demen cewe rambut panjang. Gue inget banget mantan-mantan lo rambut pendek semua kan, terus si Ryuka mantan lo sengaja selalu potong rambut kalo rambut dia udah mulai panjang karna lo lebih suka cewe rambut pendek katanya. Sekarang cewe lo malah panjang rambutnya,” cecar Fiya, Genta yang duduk di samping Fiya seakan memberi isyarat pada perempuan itu untuk diam, karena bukankah memang seharusnya ia tidak berkata seperti itu?

Senyum Yara yang sedari tadi merekah, mendadak luntur ketika mendengar kalimat itu. Ia yang masih berdiri, hanya diam dengan seribu bahasa. Tiba-tiba di kepalanya mulai berbelit pikiran-pikiran negatif akibat ucapan perempuan yang baru saja ia kenal.

Ingatannya kembali pada momen di mana Bara selalu meminta Yara menguncir rambutnya. Sebenarnya wajar ketika seseorang menyuruhnya mengikat rambut saat sedang makan, sebab akan mengganggu dan juga menghindari rambut yang akan masuk ke dalam makanan atau saat di situasi lingkungan dengan udara yang panas sepertinya pilihan tepat untuk menguncir rambut. Tapi setelah mendengar ucapan Fiya membuat Yara tidak bisa lagi berfikir dengan positif.

“Apaan sih lo? Perkara rambut aja dibahas? Nggak ada urusannya,” balas Bara dengan nada yang mulai terdengar kesal. Laki-laki itu menoleh ke arah Yara, ia sadar akan air wajah perempuannya yang berubah, dengan cepat ia menggenggam Yara.

Yara ikut menoleh ketika tangannya digenggam Bara, ia membuka suara, “Bar, bentar aku mau ke toilet dulu ya,” izinnya setelah itu melepas genggaman Bara dan melenggang pergi ke arah toilet.

“Eh sorry gue salah ngomong ya?” ucap Fiya tidak enak setelah Yara pergi menuju toilet.

“Menurut lo aja, anjing,” umpat Bara.

Ia melanjutkan kalimatnya karena malas meladeni Fiya lebih lama untuk kembali membicarakan topik tadi, “Mana, Bil, jahim? Gue mau langsung jalan lagi,” pinta Bara pada Nabil.

Laki-laki yang dipanggil sedari tadi hanya memperhatikan perbincangan barusan dengan jari-jari tangannya yang memegang pelipis karena sadar akan situasi. Pasalnya Bara sangat sensitif jika membahas mantan terakhirnya yang bernama Ryuka. Nabil tahu semua itu, bahkan ia tahu bahwa Ryuka sampai saat ini belum move on dari Bara.

Nabil dengan cepat meraih jaket himpunan milik Bara yang berada di dalam tasnya, “Nih.”

Sorry Bar, gue nggak bermaksud.” Fiya pun kembali meminta maaf setelah sadar akan ucapannya yang tidak seharusnya diucapkan dan Bara hanya berdeham sebagai jawaban.

Bara duduk pada salah satu kursi dan menerima jaket miliknya, “Makasih, lo udah izin ke Bang Fido besok nggak ikut mubes?” tanya Bara pada Nabil.

“Udah, sempet ditahan gue. Katanya harus ikut, tapi ya gimana gue harus berbakti kepada nyokap.”

Selang 7 menit terdapat pesan masuk di ponsel Bara, tertera nama Yara di sana.

Whatsapp Yara: BARAAAAA AKU TEMBUS Bara: HAAAAHH APANYA TEMBUS? Bara: KOK BISA TEMBUS? Yara: Kamu mikirnya jangan kejauhan ya! Yara: Darah haid aku tembus ke celana dan lumayan banyak... Yara: Gimana dong??? Ga pede keluar toilet :( Bara: Aku kesana, kamu tunggu depan pintu toilet.

Setelah membalas pesan singkat itu, Bara segera bergegas ke arah toilet berada. Dilihatnya Yara yang sudah menunggu di depan toilet dengan wajah panik.

“Pake jaket aku. Lingkarin dipinggang buat nutupin.” Laki-laki itu melepas leather jacketnya dan memberikannya pada Yara.

“Nggak mau, nanti kamu naik motor kena angin!”

“Nggak papa, kan aku ada jaket HIMA.”

Mendengar jawaban itu, Yara akhirnya menerima jaket milik Bara dan mengikatnya pada pinggang demi menutupi bercak darah pada celana bagian belakangnya.

“Aku mau pulang aja ya? Maaf,” ucap Yara dengan raut sedih. Tentu saja ia sedih, sudah dari kemarin ia menunggu momen untuk menonton film Spiderman No Way Home tetapi harus gagal karena dirinya sendiri.

“Iya nggak papa. Ayo pulang aja, masih bisa besok-besok,” balas Bara sembari mengelus puncak kepala Yara lalu menggandeng tangan perempuannya untuk pergi meninggalkan cafe. Tapi sebelumnya Bara terlebih dahulu pamit pada teman-temannya.